Fenomena #CumaDiSmala malam tanggal 6 Juli 2015 sangat heboh di media sosial. Banyak siswa SMAN 5 Surabaya (Smala) yang menggunakan hastag tersebut, bahkan alumni-pun juga ikut-ikutan. Ada yang menggunakan hastag tersebut karena lucu-lucuan, serius, sampai membanggakan, bahkan mendewa-dewakan almamater saya tersebut, ya Smala. Pada akhirnya, banyak dari Netizen (opo yo istilahe sekarang? hehehe), atau teman-teman di media sosial yang merasa terganggu dengan banyaknya Smalane (Sebutan bagi siswa, warga, dan alumni dari Smala) yang menggunakan hastag tersebut karena terlalu membangakan/mendewa-dewakan Smala. Saya tidak heran, saya bisa merasakan perasaan mereka, menyaksikan banyak Smalane yang menggunakan hastag tersebut dengan membanggakan/mendewa-dewakan Smala, karena mungkin mereka juga merasakan bangga dengan sekolahnya masing-masing dan merasa #NggakCumaDiSmala gitu looo.....
Saya lihat sekarang banyak Smalane yang (istilah kasarnya) takabur, sombong, riya, narsis, merasa paling eksklusif, merasa paling baik. Merasa #CumaDiSmala mereka bisa mendapatkan hal-hal seperti itu. Misalnya "#CumaDiSmala yang Pengaderannya bikin kita mempunyai jiwa kepemimpinan dan cinta almamater, uuuuuuu", dalam hal pengaderan atau lebih familir dikenal dengan Masa Orientas Siswa (MOS). Smala memang punya Perisai, dan saya mengakui memang pressure yang saya dapatkan saat Perisai 2009 bisa bikin saya nggak tidur.... Dan walaupun nggak tidur, kesan pertama saya terhadap Smala sangat baik, dan akhirnya saya cinta dengan almamater saya. Tapi ingat #NggakCumaDiSmala Penganderannya yang baik... Banyak sekolah-sekolah di Surabaya, bahkan Indonesia yang mengaderannya mempunyai konsep dan eksekusi yang baik seperti Smala. Contohnya (yang saya tahu) Sekolah Taruna Nusantara (TarNus), mereka kalau ngader gak tanggung-tanggung loh..... nggak cuma Cinta Almamater aja, tapi juga Cinta ama Negara, Nusa dan Bangsa.. Nah Lo....
Yang kedua, "#CumaDiSmala bisa sholat berjamaah kakinya dempet banget satu sama lain huhuhu". Saya akui, memang suasana religius di Smala sangat kuat sekali. Walaupun sekolah Negeri, tapi disini saya banyak belajar tentang agama karena murid-murid di Smala mempunyai kesadaran atau melek dengan agama (kebanyakan). Saat di Smala juga saya memutuskan untuk menggunakan Hijab. Tapi ingat #NggakCumaDiSmala yang kalo solat dempet-dempet kaki-nya satu sama lain... Contohnya, di masjid Al-Hikmah deket rumah saya... Dempet banget tuh kakinya kalau solat, sampai-sampai disana disediakan karpet, supaya orang-orang tidak menggunakan sajadah masing-masing yang biasanya bikin shof longgar banget. Dan saya yakin masih banyak sekolah yang lebihhhhhh religius daripada Smala yang juga prestasinya baik-baik. Contohnya seperti MAN Insan Cendikia, SMAK Penabur, dan masih banyak lagi.
Yang ketiga, "#CumaDiSmala pas upacara gak usah nyanyii, karena paduan suaranya sering juara dimana-mana hiks hiks". Paduan Suara Gita Smala (PSGS) memang beken banget kalau di Smala. Mungkin juga di Surabaya. Mungkin juga di Indonesia. Ya mungkin juga Dunia. Saya tahu karena guru vokal, guru paduan suara saya saat saya masih SMP berkata begitu. PSGS juga sering keluar kota bahkan mancanegara. Ikut lomba di Institut Teknologi Bandung (ITB), bahkan saya denger mendapat medali saat mereka ke Praha. Berprestasi, dan salah satu kebanggan Smala. Tapi ya #NggakCumaDiSmala kalo upacara kita nggak usah nyanyi karena paduan suaranya sering juara. Banyak juga Paduan Suara sekolah lain yang prestasinya hebat (dan mungkin mereka sering nyanyi juga pas Upacara bendera). Yang saya tahu, SMAN 6 Surabaya, mereka juga punya paduan suara yang prestasinya melonjak. Bahkan salah satu teman berkomentar "G***S juga paduan suaranya juara di Jepang". Ternyata banyak hal yang kita nggak tahu, kalu di luar sana banyak yang berprestasi juga.
Yang keempat, "#CumaDiSmala Organisasinya kental huhuhu". "#CumaDiSmala Pensinya keren-keren hueeeee :(". Kehidupan di Smala memang sangat erat dengan ke-Organisasian. Sampai-sampai kalo nggak ikut organisasi rasanya kayak jadi outsider gimana gitu. Tapi bukan berarti sekolah lain nggak punya organisasi yang keren juga. Apalagi Pensi.... beehhh.... Saya yakin banyak juga sekolah yang pensinya keren-keren. Disamping acara Pensi di Smala yang sukses, ada juga kok yang pernah kurang sukses. Saya aja dulu pernah nangis karena salah satu kegiatan, dimana saya jadi panitianya, pulang-pulang saya nangis karena acaranya nggak sukses, alias gagal... #NggakCumaDiSmala...
Masih banyak fenomena-fenomena membanggakan diri ala anak Smala yang belum saya sebutkan. But, already get the point, right??? Saya nggak heran kalau ada orang yang membalas keramaian Smalane dengan "#CumaDiSmala yang muridnya kebanyakan omong", dan berbagai komentar buruk lainnya yang ditujukan kepada Smala. Hal itu membuat citra Smalane anak-anak yang sombong, riya, narsis, dsb. Dan.......... yang membuat saya lebih sedih lagi.... Banyak juga Smalane yang nggak terima karena disebut banyak omong, sombong, merasa eksklusif. Akhirnya... munculah perang di media sosial berlanjut. Smalane vs Non-Smalane. Secara bersamaan, Munculah Mekanisme Pembelaan Ego (MPE) ala-ala Smalane, yang lagi-lagi mengklaim kalau Smalane itu memang terbaik, makanya banyak orang lain yang iri. Asstagfirullah....... Seperti saya pernah mendengar suatu kalimat "Sombong itu bahaya, tapi yang lebih bahaya ya saat kita nggak tahu/sadar kalau kita sombong".
Tulisan ini saya buat, murni karena niat saya, saya ingin Smalane (termasuk saya) untuk bercermin, menerima kritik dengan dada yang lapang, dan merefleksikan diri masing-masing. Jangan seolah-olah merasa yang paling baik, eksklusif, dan hebat. Masih banyak, jauh lebih banyak, yang lebih baik daripada kita dalam banyak hal. Bukanya saya tidak cinta pada almamater saya. Saya sangat cinta dan bangga pada almamater saya yang sudah mengajarkan saya banyak hal. Bersekolah di Smala merupakan titik balik kehidupan saya akhirnya saya bisa seperti ini sekarang. Dari yang suka bolos beli Sopongiro, sampai sekarang saya sangat idealis sekali dalam hal Studi. Dari yang setiap hari main basket sampai sekarang saya suka membaca, belajar (walau tuntutan juga sih hehe, saya yakin teman-teman juga begitu). Dari yang dulu nyontekan, sampai saya akhirnya tahu bahwa kejujuran itu jauh lebih penting. Saya juga bertemu teman-teman yang baik dan hebat, membuat saya menjadi pribadi yang lebih baik, sampai sekarang kekeluargaan kami juga tetap terjaga. Intinya saya banyak belajar juga di Smala.... Pasti teman-teman yang lain juga belajar sangat banyak di sekolah masing-masing. Bukan berarti saat kita awal masuk sekolah adalah orang yang pintar lalu saat lulus kita menjadi orang yang pintar. Tidak. Kita masih orang yang bodoh. Masih banyak yang jauh lebih pintar dari kita, masih banyak yang jauh lebih hebat dari kita... Kita harus tetap bangga pada Smala, pada sekolah kita masing-masing. Tapi kita juga harus hati-hati karena bangga dan sombong terkadang bedanya sangat tipis. Seperti yang dikatakan oleh Ali bin Abi Thalib "Jangan menjelaskan dirimu kepada siapapun. Karena yang menyukaimu tidak butuh itu, dan yang membencimu tidak percaya itu". Adabaiknya supaya kita tidak menyalahgunakan hastag tersebut sebagai sarana narsis, sombong, mengeksklusifkan diri. Yang lucu-lucu saja lah...... kayak "#CumaDiSmala aku bisa dapet pacar", "#CumaDiSmala cowoknya setia" wkwkwk Ya semoga yang terakhir #NggakCumaDiSmala lah ya cowoknya setia hehehe (salah fokus).
Kita hidup untuk saling mengingatkan dalam kebaikan. Tulisan ini juga sebagai cerminan saya untuk lebih baik hati, rajin menabung, dan tidak sombong. hehehehe. Maafin saya kalau ada kata-kata atau secara tidak langsung menyebutkan beberapa pihak dan menyinggung perasaan (huhuhu ga tega sebenernya). Sebagai penutup, semoga kita semua selalu berbenah diri, bercermin, dan jangan lupa untuk terus berkarya :D
" Smalane suci dalam pikiran.
Smalane benar jika berkata.
Smalane tepat dalam tindakan.
Smalane dapat dipercaya"
|
2012. Belajar Sebelum Menunggu Ujian Nasional |
|
2009. Ulang tahun |
|
2011. Waduh, gatau nih siapa ya gak kenal.... |
|
2011. Selesai ujian praktik senam |
#CumaSmala di Hatiku