You Don't Need To Know Everything

Selama ini aku menganggap bahwa aku harus tahu kejujuran dari kenyataan, walau terkadang itu pahit. "It hurts, but it maybe the only way...". Yang aku tahu, aku tidak perlu meniadakan kepahitan itu, tidak perlu untuk berpura-pura tidak menggangapnya. Aku hanya perlu untuk "mengelola" kepahitan itu. Menjadi sesuatu yang manis. Atau, setidaknya tidak menyakitkan...
Dan pada akhirnya, sampai suatu titik dimana aku sudah tidak dapat mengelolanya. Disaat kepahitan dari kejujuran dan kenyataan sudah tidak dapat aku terima lagi. Aku akan mencoba untuk tidak mengetahuinya. Aku tidak akan berusaha untuk mengetahui kejujuran kenyataannya. Biarlah sekali waktu kenyataan itu menghampiriku. Biarlah sekali waktu kenyataan itu yang mencari ku.


Ya, memang tidak semua hal perlu kita tahu. 

What you feel when you leave home

Pernah nggak sih ngerasa saat kita sedang berada pada jarak yang cukup jauh (literally, jarak, distances, or miles) dari orang-orang yang kita sayangi, orang-orang yang dekat dengan kita, sahabat kita. Dan pada suatu ketika, kita harus pergi (it's not conotation) ke suatu tempat, yang membuat jarak itu semakin jauh dari mereka. And suddenly you just got so (irrasionally) blue..... You are not being able to see them, but the difference is you are getting more far away from them.... Huft.... 


Home isn't a thing... Home isn't an object. But it's a subject, for sure...

#CumaDiSmala .... Yakin Nih Cuma di Smala?

Fenomena #CumaDiSmala malam tanggal 6 Juli 2015 sangat heboh di media sosial. Banyak siswa SMAN 5 Surabaya (Smala) yang menggunakan hastag tersebut, bahkan alumni-pun juga ikut-ikutan. Ada yang menggunakan hastag tersebut karena lucu-lucuan, serius, sampai membanggakan, bahkan mendewa-dewakan almamater saya tersebut, ya Smala. Pada akhirnya, banyak dari Netizen (opo yo istilahe sekarang? hehehe), atau teman-teman di media sosial yang merasa terganggu dengan banyaknya Smalane (Sebutan bagi siswa, warga, dan alumni dari Smala) yang menggunakan hastag tersebut karena terlalu membangakan/mendewa-dewakan Smala. Saya tidak heran, saya bisa merasakan perasaan mereka, menyaksikan banyak Smalane yang menggunakan hastag tersebut dengan membanggakan/mendewa-dewakan Smala, karena mungkin mereka juga merasakan bangga dengan sekolahnya masing-masing dan merasa #NggakCumaDiSmala gitu looo..... 

Saya lihat sekarang banyak Smalane yang (istilah kasarnya) takabur, sombong, riya, narsis, merasa paling eksklusif, merasa paling baik. Merasa #CumaDiSmala mereka bisa mendapatkan hal-hal seperti itu. Misalnya "#CumaDiSmala yang Pengaderannya bikin kita mempunyai jiwa kepemimpinan dan cinta almamater, uuuuuuu", dalam hal pengaderan atau lebih familir dikenal dengan Masa Orientas Siswa (MOS). Smala memang punya Perisai, dan saya mengakui memang pressure yang saya dapatkan saat Perisai 2009 bisa bikin saya nggak tidur.... Dan walaupun nggak tidur, kesan pertama saya terhadap Smala sangat baik, dan akhirnya saya cinta dengan almamater saya. Tapi ingat #NggakCumaDiSmala Penganderannya yang baik... Banyak sekolah-sekolah di Surabaya, bahkan Indonesia yang mengaderannya mempunyai konsep dan eksekusi yang baik seperti Smala. Contohnya (yang saya tahu) Sekolah Taruna Nusantara (TarNus), mereka kalau ngader gak tanggung-tanggung loh..... nggak cuma Cinta Almamater aja, tapi juga Cinta ama Negara, Nusa dan Bangsa.. Nah Lo....

Yang kedua, "#CumaDiSmala bisa sholat berjamaah kakinya dempet banget satu sama lain huhuhu". Saya akui, memang suasana religius di Smala sangat kuat sekali. Walaupun sekolah Negeri, tapi disini saya banyak belajar tentang agama karena murid-murid di Smala mempunyai kesadaran atau melek dengan agama (kebanyakan). Saat di Smala juga saya memutuskan untuk menggunakan Hijab. Tapi ingat #NggakCumaDiSmala yang kalo solat dempet-dempet kaki-nya satu sama lain... Contohnya, di masjid Al-Hikmah deket rumah saya... Dempet banget tuh kakinya kalau solat, sampai-sampai disana disediakan karpet, supaya orang-orang tidak menggunakan sajadah masing-masing yang biasanya bikin shof longgar banget. Dan saya yakin masih banyak sekolah yang lebihhhhhh religius daripada Smala yang juga prestasinya baik-baik. Contohnya seperti MAN Insan Cendikia, SMAK Penabur, dan masih banyak lagi.

Yang ketiga, "#CumaDiSmala pas upacara gak usah nyanyii, karena paduan suaranya sering juara dimana-mana hiks hiks". Paduan Suara Gita Smala (PSGS) memang beken banget kalau di Smala. Mungkin juga di Surabaya. Mungkin juga di Indonesia. Ya mungkin juga Dunia. Saya tahu karena guru vokal, guru paduan suara saya saat saya masih SMP berkata begitu. PSGS juga sering keluar kota bahkan mancanegara. Ikut lomba di Institut Teknologi Bandung (ITB), bahkan saya denger mendapat medali saat mereka ke Praha. Berprestasi, dan salah satu kebanggan Smala. Tapi ya #NggakCumaDiSmala kalo upacara kita nggak usah nyanyi karena paduan suaranya sering juara. Banyak juga Paduan Suara sekolah lain yang prestasinya hebat (dan mungkin mereka sering nyanyi juga pas Upacara bendera). Yang saya tahu, SMAN 6 Surabaya, mereka juga punya paduan suara yang prestasinya melonjak. Bahkan salah satu teman berkomentar "G***S juga paduan suaranya juara di Jepang". Ternyata banyak hal yang kita nggak tahu, kalu di luar sana banyak yang berprestasi juga.

Yang keempat, "#CumaDiSmala Organisasinya kental huhuhu". "#CumaDiSmala Pensinya keren-keren hueeeee :(". Kehidupan di Smala memang sangat erat dengan ke-Organisasian. Sampai-sampai kalo nggak ikut organisasi rasanya kayak jadi outsider gimana gitu. Tapi bukan berarti sekolah lain nggak punya organisasi yang keren juga. Apalagi Pensi.... beehhh.... Saya yakin banyak juga sekolah yang pensinya keren-keren. Disamping acara Pensi di Smala yang sukses, ada juga kok yang pernah kurang sukses. Saya aja dulu pernah nangis karena salah satu kegiatan, dimana saya jadi panitianya, pulang-pulang saya nangis karena acaranya nggak sukses, alias gagal... #NggakCumaDiSmala...

Masih banyak fenomena-fenomena membanggakan diri ala anak Smala yang belum saya sebutkan. But, already get the point, right??? Saya nggak heran kalau ada orang yang membalas keramaian Smalane dengan "#CumaDiSmala yang muridnya kebanyakan omong", dan berbagai komentar buruk lainnya yang ditujukan kepada Smala. Hal itu membuat citra Smalane anak-anak yang sombong, riya, narsis, dsb. Dan.......... yang membuat saya lebih sedih lagi.... Banyak juga Smalane yang nggak terima karena disebut banyak omong, sombong, merasa eksklusif. Akhirnya... munculah perang di media sosial berlanjut. Smalane vs Non-Smalane. Secara bersamaan, Munculah Mekanisme Pembelaan Ego (MPE) ala-ala Smalane, yang lagi-lagi mengklaim kalau Smalane itu memang terbaik, makanya banyak orang lain yang iri. Asstagfirullah....... Seperti saya pernah mendengar suatu kalimat "Sombong itu bahaya, tapi yang lebih bahaya ya saat kita nggak tahu/sadar kalau kita sombong". 

Tulisan ini saya buat, murni karena niat saya, saya ingin Smalane (termasuk saya) untuk bercermin, menerima kritik dengan dada yang lapang, dan merefleksikan diri masing-masing. Jangan seolah-olah merasa yang paling baik, eksklusif, dan hebat. Masih banyak, jauh lebih banyak, yang lebih baik daripada kita dalam banyak hal. Bukanya saya tidak cinta pada almamater saya. Saya sangat cinta dan bangga pada almamater saya yang sudah mengajarkan saya banyak hal. Bersekolah di Smala merupakan titik balik kehidupan saya akhirnya saya bisa seperti ini sekarang. Dari yang suka bolos beli Sopongiro, sampai sekarang saya sangat idealis sekali dalam hal Studi. Dari yang setiap hari main basket sampai sekarang saya suka membaca, belajar (walau tuntutan juga sih hehe, saya yakin teman-teman juga begitu). Dari yang dulu nyontekan, sampai saya akhirnya tahu bahwa kejujuran itu jauh lebih penting. Saya juga bertemu teman-teman yang baik dan hebat, membuat saya menjadi pribadi yang lebih baik, sampai sekarang kekeluargaan kami juga tetap terjaga. Intinya saya banyak belajar juga di Smala.... Pasti teman-teman yang lain juga belajar sangat banyak di sekolah masing-masing. Bukan berarti saat kita awal masuk sekolah adalah orang yang pintar lalu saat lulus kita menjadi orang yang pintar. Tidak. Kita masih orang yang bodoh. Masih banyak yang jauh lebih pintar dari kita, masih banyak yang jauh lebih hebat dari kita... Kita harus tetap bangga pada Smala, pada sekolah kita masing-masing. Tapi kita juga harus hati-hati karena bangga dan sombong terkadang bedanya sangat tipis. Seperti yang dikatakan oleh Ali bin Abi Thalib "Jangan menjelaskan dirimu kepada siapapun. Karena yang menyukaimu tidak butuh itu, dan yang membencimu tidak percaya itu". Adabaiknya supaya kita tidak menyalahgunakan hastag tersebut sebagai sarana narsis, sombong, mengeksklusifkan diri. Yang lucu-lucu saja lah...... kayak "#CumaDiSmala aku bisa dapet pacar", "#CumaDiSmala cowoknya setia" wkwkwk Ya semoga yang terakhir #NggakCumaDiSmala lah ya cowoknya setia hehehe (salah fokus).

Kita hidup untuk saling mengingatkan dalam kebaikan. Tulisan ini juga sebagai cerminan saya untuk lebih baik hati, rajin menabung, dan tidak sombong. hehehehe. Maafin saya kalau ada kata-kata atau secara tidak langsung menyebutkan beberapa pihak dan menyinggung perasaan (huhuhu ga tega sebenernya). Sebagai penutup, semoga kita semua selalu berbenah diri, bercermin, dan jangan lupa untuk terus berkarya :D


" Smalane suci dalam pikiran. 
Smalane benar jika berkata. 
Smalane tepat dalam tindakan. 
Smalane dapat dipercaya"

2012. Belajar Sebelum Menunggu Ujian Nasional

2009. Ulang tahun

2011. Waduh, gatau nih siapa ya gak kenal....

2011. Selesai ujian praktik senam 


#CumaSmala di Hatiku

Ulasan mengenai kompetisi Neurobytes 2015 International Annual Medical Quiz

Sayang sekali tim Airlangga pulang ke Indonesia dengan rasa kecewa.
Kami kalah karena kesalahan kunci jawaban dari pertanyaan
"Apakah vektor dari demam kuning?"
Saat itu, jawaban kami adalah "Mosquito" yang berarti Nyamuk. Jika diperdalam adalah nyamuk dengan genus Aedes. InsyaAllah berdasarakan referensi dari Internet, journal, serta apa yang diajarkan kepada kami saat perkuliahan, jawabannya adalah benar. 
Namun, panitia Neurobytes 2015 MMMC Malaka Malaysia saat itu meng-klaim bahwa jawabannya adalah "Monkey" yang berarti Monyet/Kera. Vektor demam kuning adalah Monyet (????). Berdasarkan referensi kedokteran yang ada, Monyet merupakan host selain manusia. Perbedaan antara host-vector disini menurut saya merupakan kesalahan yang fatal.

Karena tidak sesuai dengan referensi. Akhirnya diakhir babak semifinal, istirahat sebelum final dimulai, kami memutuskan untuk berbicara dengan panitia. Karena sebelum lomba d mulai, panitia sudah mengumumkan jika ada hal yang diragukan dari jawaban mereka, mereka akan menunjukkan referensi jawaban mereka. Karena tidak ingin gegabah, kami sudah menyiapkan referensi dengan browsing dan jurnal yang kami punya. Terhitung sudah 3x kami mencoba untuk berbicara dengan panitia, namun kami tidak mendapatkan feedback apapun. Keempat kalinya, kami memutuskan untuk berbicara langsung dengan Ketua Panitia, beliau adalah seorang Dokter spesialis. Harapan saya, karena babak Final belum dimulai. Kami mendapatkan kejelasan tentang jawaban dari pertanyaan yang merugikan kami tersebut dan mengkompensasi kerugian kami, karena seharusnya dengan pertanyaan itu benar Tim Airlangga yang lolos ke babak selanjutnya. Sayang sekali, feedback yang kami dapat tidak seperti yang kami harapkan. Beliau berkata bahwa, mengakui JAWABAN MEREKA SALAH, namun mereka TIDAK BISA MELAKUKAN APA-APA TAHUN INI. Dengan alasan, tidak bisa memasukan 1 tim lagi di babak final karena bel tidak cukup (Padahal kesalahan dapat d perbaiki dengan mengulang rounds sebelumnya, yaitu tim Airlangga melawan tim Universitas Muslim Indonesia A, dari sana dapat di ambil pemenangnya sebagai finalist. Karena kesalahan bukan berada di final, namun dibabak sebelumnya). Selain itu, Beliau juga menyampaikan sebagai gantinya panitia Neurobytes akan mengganti dengan MEMBAYAR UANG PENDAFTARAN dan AKOMODASI jika Airlangga mengikuti lagi tahun depan. 

Jujur, pribadi, saya sangat kecewa sekali. Kami sudah datang jauh-jauh dari Indonesia, mengorbankan waktu kami untuk belajar materi Neurobytes yang terdiri dari materi preklinik, klinik, bedah, bahkan sejarah, belum lagi kami harus menunda ujian kami karena dilaksanakan saat hari keberangkatan untuk mengikuti lomba Di Malaka Malaysia, namun kami tidak mendapatkan perlakuan yang adil (saat lomba) seperti tim-tim lainnya. Seharusnya semua tim diperlakukan secara adil dan profesional. Dan harus menjunjung tinggi kebenaran dari ilmu kedokteran tersebut. Saya rasa mahasiswa di MMMC Malaysia tahu mana yang benar dan salah, namun saat terjadi kesalahan kunci jawaban, tidak ada satupun panitia (yang kebayanyakan adalah mahasiswa) yang PEKA terhadap kesalahan itu. Dan meskipun keputusan terakhir berada di Guru-Guru di MMMC (yang notabenenya adalah DOKTER), kata salah satu panitia, seharusnya Guru-guru besar disana berlaku adil, profesional, dan memperjuangkan hak-hak semua peserta yang sudah semestinya. Karena semua peserta telah memenuhi syarat yang sudah semestinya di ajukan oleh panitia. Semua orang tahu bahwa DOKTER ADALAH ORANG YANG BERPENDIDIKAN. Kesalahan tersebut tidak bisa digantikan atau dibayar dengan ke-GRATIS-an yang di tawarkan tahun depan. KAMI BISA BERANGKAT SENDIRI TANPA BANTUAN DANA DARI MMMC, YANG PENTING KAMI DIPERLAKUKAN SECARA ADIL.

Walaupun berat hati, akhirnya kami harus memendam kekecewaan kami. Dan kami harus belajar untuk menerima keputusan tersebut. Mungkin, ini merupakan evaluasi dan cambuk bagi kami, untuk lebih selektif lagi mengikuti kompetisi. Dan semoga ulasan ini bisa menjadi referensi dan pertimbangan teman-teman untuk mengikuti kompetisi apapun selanjutnya.

Pelajaran yang bisa saya petik adalah: Jangan menunda untuk memperjuangkan dan melakukan apa yang kamu anggap benar. Karena dengan menunda sesuatu yang kamu anggap benar, itu merupakan suatu ketidak-benaran (kesalahan). 


Keep, Excellence with Morality!


Jawaban

Ada rasa yang tidak ter-eja
Yang belum aku pahami sepenuhnya
Benarkah yang aku rasakan seperti kenyataan?
Benarkah yang kau rasakan seperti yang ku tau?
Aku seperti berada di jalan
Yang aku tak tahu rambu dan ujungnya
Membiarkan perasaan ini tersesat 
Diantara kerumunan kekhawatiran
Semua ini hanya imajinasi perasaan
Yang tak tau malu
Mengapa kubiarkan terus berharap
Akhirnya mudah tersakiti, tak sengaja
Seharusnya aku tidak menyalahkanmu
Saat tidak sesuai dengan harapanku
Perasaan ini tersangkanya
Karena terlalu banyak berharap


Gambar di ambil dari: http://www.lovethispic.com/image/47895/winter-road

Rumah Yangti

Seminggu yang lalu....

Hari jumat yang panas itu, aku pergi ke rumah Yangti (eyang putri). Setelah pulang kuliah dan sebelum mengikuti diklat tepatnya. Awalnya sih kata Mama dan Ayah, Yangti lagi sakit, habis jatuh, jadinya pengen njengukin. Nggak seperti biasanya, sekeluarga kita sowan bareng. Tapi kali ini aku sendiri, karna Ayah, Mama, Aal lagi pergi ikut Ayah seminar di belahan dunia yang lain. Ayah sama Mama juga kemarin udah kesana, jenguk sebelum berangkat.

Yangti Kediri ini adalah Ibu dari Mamaku, karena keluarga Mama asli Kediri jadinya dipanggil Yangti Kediri, walau nama aslinya adalah eyang Chusnul Chotimah :) hehehe. Beliau tinggal di Rungkut sekarang (nggak di Kediri lagi), semenjak Yangkung meninggal. Biar nggak kesepian, karena Mama anak tunggal, dan deket kalo di Surabaya, biar sewaktu-waktu bisa jengukin. 5 tahun yang lalu, aku dan keluarga masih tinggal di rungkut. Rumah kami dan Yangti sebelahan, jadinya setiap hari ketemu. Kadang-kadang, kalo malem aku tidur sama Yangti... Kangen banget masakan, pijetan, dan ceritanya :'). Waktu pindah ke rumah yang baru, Yangti nggak pengen ikut pindah, jadi Yangti tetep di rungkut, untung ada sodara dan rewangtau yang nemenin :) Jadi, sekarang tiap minggu sekeluarga selalu sowan ke Yangti :D

Siang itu, Yangti seneng banget waktu aku sowan. Karena minggu kemarin aku nggak sempet main-main, karena ada acara di kampus. Seperti biasa, Yangti cerita dengan menggebu-nggebu dan penuh ekspresi tentang kejadian 'jatuh'nya itu :) Dan aku-pun cuma bisa tersenyum, dengerin, dan sesekali ngasih komentar tentang ceritanya itu.

"Dharin ini bisa hilang kan ya biru-birunya?"
"Bisa kok Yangti, ini kan habis jatuh nah itu yang biru-biru ada pendarahan semacam memar gitu, nanti lama-lama sembuh kok Yang.."
"Yaudah bagus kalo gitu, ini Yangti tadi mau mandi makanya dibungkus plastik biar ga kena air"
"Iya yang, biar cepet kering lukanya..."

Di kaki sebelah kiri Yangti memang agak bengak, dan lukanya masih basah. Di tumitnya juga ada warna kebiruan atau bahasa medisnya "hematoma", hayooo apa iniii? :p hehehe. Ya untungnya Yangti masih bisa beraktifitas, dan nggak terhalang sama sekali. Cuman pas mandi harus di bungkus plastik.

Daaaaan..... Tiba saatnya aku harus pamitan pulang, walau sebenernya pengen berlama-lama disana.....

And, Here's the touched part...... :')

"Yangti, mau pamit dulu, habis ini ada diklat. Nanti minggu depan aku kesini lagi sama Ve.."
"Iya Dharin, sek sek tunggu dulu tak sanguin sinii..."
"Waduh, nggak usah Yangti... Udah di sanguin Mama kok kemarin Yang.."
"Westo... Kan beda dari Yangti sama Mama..."
"........"
"Yangti kan sekarang punya-nya cuman tinggal Anak sama Cucu aja..... Jadinya Yangti ikut seneng ngasih cucunya sangu...Kan Ulang tahun too :)"
"iya Yangti makasih ya.. Waah, Yangti inget ulang tahunkuu :')"
"Ya inget to yoo... Masa nggak inget...Yawes, ati-ati lo ya pulangnya.."
"Iya Yangti, cepet sembuh ya Yangti....Assalamualaikum"
"Wa'alaikumussalam..."

Setelah masuk mobil, nggak tau kenapa rasanya air mata ini keluar begitu aja... Sampe sekarang-pun waktu nulis blog ini.. Rasanya malu banget.. Sering banget aku lupa sama Yangti. Terkadang-pun aku tersinggung dengan omongannya, walaupun sebenernya aku yang harus tahu diri. Padahal Yangti nggak pernah lupa untuk doain Anak dan Cucunya... Setiap aku ujian, Yangti selalu nggak bisa tidur, karna deg-degan dan doa terus menerus, tiap aku pergi jauh Yangti selalu doain dan khawatir, bahkan nangis karena sedih aku pergi jauh...Yangti-pun masih inget kapan ulang tahunku... Walaupun selama ini Yangti nggak pernah ngucapin "Selama Ulang tahun", tapi aku tahu di tiap malemnya beliau nggak pernah lupa untuk mendoakan Anak dan Cucunya... Bagaimana denganku? Sangat jarang aku menyebut nama-nya di doaku....Bahkan untuk mengingatnya saja aku.....Hmmmmm :( 

Hari ini merupakan pelajaran yg berharga bagiku. Aku harap, suatu saat nanti aku bisa membalas budi baik dari Yangti, walaupun apa yang beliau beri tidak akan pernah tergantikan. 
But, i promise to always keep that smile on her face everyday........ :') I love you, Yangkung, Yangti...



                              

20 September 2013


Haii, welcome ! Mulai sekarang kamu jadi temenkuu :)